Sebagai kota transit, Lubuklinggau menjadi suatu tempat perpaduan berbagai budaya dari beberapa daerah, sehingga menjadikan kota ini kaya akan budaya. Beberapa kebudayaan tersebut mengalami akulturasi. Kebudayaan tersebut tidak terpisahkan dari tradisi-tradisi masyarakat kota Lubuklinggau itu sendiri yang diwariskan dan dijaga dari satu generasi ke generasi hingga saat ini. Ngopi dian (Ngopi durian) merupakan salah satu tradisi yang hingga saat ini masih dijalankan oleh masyarakat Lubuklinggau. Tradisi ini sudah menjadi ciri khas lokalitas masyarakat Lubuklinggau. Tidak hanya minum kopi "ngopi dian" tetapi juga ada tradisi-tradisi lain yang yang berhubungan dengan durian. Durian yang mempunyai nama latin Durio Zibethinus ini lebih akrab dengan sebutan duren bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, mempunyai nama lokal dian bagi masyarakat Lubuklinggau. Durian merupakan salah satu buah khas bagi masyarakat melayu yang ada di Sumatera.
Selanjutnya, selain tradisi ngopi dian, ada tradisi lainnya yang menunujukkan bahwa durian merupakan buah yang sangat dekat dengan kehidupan lokal masyarakat Lubuklinggau. Hal ini tercermin dari berbagai olahan makanan yang terbuat dari durian seperti tempoyak, lempok, dan olahan-olahan lainnya.
Durian juga dijadikan salah satu sumber ekonomi bagi masyarakat Lubuklinggau dimana banyak orang-orang yang menjajakan durian di berbagai tempat yang ada di Lubuklinggau , bahkan tidak hanya orang Lubuklinggau yang mencari dan menikmati penghasilan dari berjualan durian melainkan orang-orang dari kbaupaten lainnya.
Berdasarkan tradisi-tradisi inilah, mengapa Lubuklinggau layak menjadi Kota Dian dengan memperhatikan berbagai aspek seperti aspek sosial, antropologis, ekonomi dan budaya, meskipun kajian yang mendalam harus dilakukan lebih lanjut.
Terakhir diedit : 21-01-2022
Writer: Yazir Kidum